Jakarta – PersatuanBangsa.com
Puluhan warga di Cakung Drainase Jl.Tipar Cakung, Kampung Baru RT.09/RW.08 Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur, menolak penggusuran sepihak yang dilakukan oleh seseorang berinisial M dan timnya. Warga yang terkena dampak penggusuran mengaku telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1980, dan beberapa di antaranya memiliki alas hak berupa Egendom Verponding.
Warga dan kuasa hukum mereka dari Kantor Hukum Mali & rekan menuntut pihak yang mengklaim hak atas tanah tersebut untuk menunjukkan bukti kepemilikan kepada warga dan kuasa hukum. Mereka juga meminta pihak tersebut untuk memperlakukan warga secara manusiawi, mengingat insiden penggusuran pertama pada Senin (26/08/2024) yang mengakibatkan trauma pada anak-anak dan bahkan seorang balita terpaksa keluar rumah.
Bentrok fisik terjadi antara warga dan orang suruhan dari pihak yang mengklaim tanah tersebut, yang diduga menggunakan jasa preman bayaran. Warga juga resah karena aliran listrik di sekitar rumah yang belum digusur diputus oleh pihak yang mengaku atas nama PLN, padahal warga memiliki meteran PLN yang dibayar setiap bulan.
Ibu Siti Maisuroh, warga yang terdampak penggusuran, berharap agar tempat tinggalnya tidak dibongkar. “Saya minta buat tempat tinggal saya di sini jangan ada pembongkaran, udah cukup sekian, Saya tinggal disini dari tahun 1984 yang waktu itu saya masih kecil di sini,” ungkapnya.
H. Bambang, warga yang rumahnya terkena dampak penggusuran, menambahkan bahwa belum ada keputusan pengadilan mengenai eksekusi lahan. “Kami menempati udah cukup lama udah puluhan tahun. tapi kok dia mengklaim dari Polres, luasnya 2460 luasnya. Sementara yang kami tempat ini tuh luasnya 12.000 M2 kenapa mau diambil semuanya. Kami minta titiknya yang ada di SHM yaitu nomor 315 dan 316 belum tahu titiknya di mana,” jelasnya.
Hendri Lipyogi, Ketua RT 09/RW 08 Cakung Drainase, mengungkapkan bahwa pernah terjadi pertemuan antara warga dan pihak terkait di sekretariat RT sebelumnya.
“Permasalahannya karena ini memang ada yang yang klaim pemilik awalnya, yaitu Saudara Melany dan warga pun sudah seperti tadi disampaikan ada yang cukup lama tinggal di sini, kemudian padahal dari awal warga itu sudah beretika baik, Kalau itu memang Ibu melany, yang seperti warga minta, yang kedua tidak ada yang mengatasnamakan atau merasa miliki, waktu saat pertemuan hanya menanyakan bagaimana jadi dan sampai sekarang pun bakal berjalan, tentang kerohiman kan belum sebetulnya belum ada kesempatan dari warga, maka kami harapkan prinsipnya keadilan kedua belah pihak, ya sama-sama punya kekuatan hukum,” ungkapnya.
Mikael Mali, SH, MH, Ketua Tim Kuasa Hukum Warga dari Kantor Hukum Mali & rekan, menyatakan bahwa tindakan pembongkaran secara paksa yang dilakukan kemarin tidak memenuhi prosedur hukum.
“Kami menghimbau kepada para pihak yang melakukan pembongkaran kemarin, cukup hari ini dan kedepannya diharapkan tidak lagi melaksanakan aksi-aksi atau pembongkaran yang seperti dilakukan kemarin, karena warga yang berada di sini mereka punya hak hukum, ya mereka juga punya hak secara hukum dilindungi hukum, kalau memang ada hal-hal yang berkaitan dengan status hukum tanah yang berada di sini silakan berproses menurut ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Mikael Mali juga menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan langkah-langkah hukum sesuai dengan ketentuan aturan yang ada, setelah mempelajari data dokumen dari warga yang menempati lokasi tersebut.
“Kami menduga tindakan pembongkaran secara paksa itu tidak memenuhi syarat formal,apakah nanti ada langkah hukum dari kuasa hukum sendiri, atas nama warga kuasa hukum akan melakukan langkah-langkah hukum sesuai dengan ketentuan aturan yang ada, dengan kita mempelajari data dokumen dari warga yang menempati lokasi ini, sudah ada yang sudah 20-an tahun lebih, Jadi itu kita akan melakukan langkah-langkah hukum sesuai ketentuan aturan yang ada.”jelasnya.
Terkait mediasi, Mikael Mali menjelaskan bahwa pihaknya baru mendapatkan surat kuasa kemarin dan belum melakukan langkah-langkah hukum, baik langkah hukum nonlitigasi. “Kemarin ada warga yang mendapat perlakuan kekerasan dari dokumen dari bukti-bukti video itu juga teman-teman media wartawan silakan mau menganalisis dari dokumen yang ada itu, apakah itu tindakan-tindakan itu memenuhi syarat atau tidak, Itu di dokumen teman-teman, di warga ini ada dokumen yang mereka juga menyimpan dan mendokumentasikan itu baik video, maupun foto-foto,” jelasnya.
Mengenai koordinasi dengan pihak kelurahan, kecamatan, atau walikota sebelum melakukan penggusuran, Mikael Mali menjelaskan bahwa pihaknya baru berkomunikasi dengan pihak RT. “Jadi apakah itu dengan Pak RW atau instansi terkait lainnya terkait kami belum mendapatkan informasi, tapi tadi udah ada keterangan pak RT yang bagi kami merupakan bahan petunjuk untuk kami melakukan langkah-langkah untuk lebih lanjut.”
Mikael Mali juga menyatakan bahwa pihaknya akan melaporkan tindakan pembongkaran secara paksa yang tidak manusiawi ke penegak hukum.
“Terkait dengan upaya eksekusi upaya pembongkaran secara paksa yang tidak manusiawi, yang menurut kami dari kantor hukum kami melihat bahwa tindakan atau upaya yang dilakukan secara paksa tentu tidak dibenarkan secara hukum, kejadian-kejadian kemarin video-video yang viral ada indikasi kekerasan, ada indikasi intimidasi, kita akan laporkan ke penegak hukum,Lalu terkait dokumen kami akan telusuri,yang menjadi catatan kami minta dengan hormat ke aparat penegak hukum, tolong monitor memantau bahkan menghentikan kegiatan upaya pembongkaran hari ini dan selanjutnya. Karena semua sudah melalui mekanisme ada tata cara yang baik yang harus dilakukan tidak dengan cara-cara yang tidak manusiawi,” harapnya.
Mengenai dugaan penggunaan jasa preman dalam pembongkaran, Mikael Mali menjelaskan bahwa pihaknya mendapatkan informasi dari warga bahwa cara-cara yang dilakukan kemarin merupakan cara-cara premanisme dan kekerasan. “Kami mendapat Keterangan atau informasi dari warga, bahwa cara-cara yang dilakukan kemarin itu cara-cara premanisme, kekerasan, padahal di situ ada aparat penegak hukum dari kepolisian, dari TNI dari Satpol PP, tapi terkesan membiarkan.
“Membiarkan dengan cara itu yang kami minta ke depan supaya cara-cara itu tidak dilakukan lagi,” ucapnya.
Pertemuan antara warga dan kuasa hukum dengan pihak kuasa hukum dari yang mengaku memiliki tanah tersebut, M, tidak membuahkan hasil kesepakatan. Warga melalui kuasa hukum meminta untuk diperlihatkan tanda kepemilikan tanah atau lahan tersebut, tetapi tim kuasa hukum Ibu M menolak permintaan tersebut dan akan membuka bukti tanda kepemilikan tersebut di Polres Jakarta Timur. Sampai berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi ke awak media mengenai permasalahan tersebut dari kuasa hukum yang mengklaim tanah tersebut.
(Kustiawan)