Siap-Siap ASN PPPK Terancam Tak Diperpanjang Kontraknya

Aceh, PersatuanBangsa.com
Kabar kurang sedap kembali menerpa tenaga Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK). Di tengah harapan agar status mereka semakin kuat dan setara dengan ASN PNS, justru muncul sinyal keras dari sejumlah daerah salah satunya Pemerintah Kabupaten Enrekang yang menyatakan tidak akan memperpanjang kontrak ribuan ASN PPPK pada tahun 2026. Senin (27/10/25)

Alasannya sederhana namun menyesakkan: kondisi fiskal daerah sedang megap-megap akibat adanya pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026. Dengan kata lain, pemerintah daerah kekurangan dana untuk membayar gaji para ASN PPPK.

Kondisi ini jelas menjadi ironi. Di satu sisi, pemerintah pusat terus mengampanyekan transformasi ASN yang profesional, sejahtera, dan berintegritas. Namun di sisi lain, nasib ribuan ASN PPPK justru menggantung akibat keterbatasan anggaran yang bahkan mereka sendiri tidak bisa kendalikan.

Secara hukum, keputusan Pemkab Enrekang itu memang memiliki dasar. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 20 Tahun 2023, hubungan kerja antara pemerintah dan PPPK bersifat kontraktual. Artinya, ketika anggaran tidak tersedia, maka instansi berhak untuk tidak memperpanjang kontrak.

Kenyataan ini tentu menjadi tamparan bagi ribuan ASN PPPK di berbagai daerah yang selama ini berharap kontrak mereka otomatis berlanjut seperti ASN PNS. Faktanya, status PPPK memang berbeda secara hukum dan keuangan.

Bila kondisi ini merata, bukan tidak mungkin gelombang pengangguran baru dari kalangan tenaga pendidikan, kesehatan, dan penyuluh akan muncul pada 2026 nanti.

Masalah fiskal ini bukan hanya milik Enrekang. Banyak pemerintah daerah di Indonesia saat ini mengeluhkan pemangkasan TKD (Transfer ke Daerah) dari pemerintah pusat, yang imbasnya langsung memukul kemampuan daerah dalam membayar gaji pegawai dan membiayai program pelayanan publik.

PPPK menjadi pihak paling rentan, karena mereka tidak termasuk dalam kategori “pegawai tetap” yang dilindungi sepenuhnya oleh negara. Padahal sebagian besar dari mereka adalah guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh yang menjadi ujung tombak pelayanan publik di daerah.

Apabila kontrak mereka tidak diperpanjang, siapa yang akan mengisi kekosongan tenaga pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil? Pemerintah pusat perlu menjawab pertanyaan ini dengan kebijakan yang jelas dan tidak setengah hati.

Kita memahami kondisi fiskal negara sedang berat. Namun yang perlu dikritisi adalah ketidakkonsistenan kebijakan ASN PPPK. Pemerintah daerah diminta menampung mereka, tapi tidak diberi jaminan anggaran yang cukup untuk membayar gajinya.

Kebijakan yang setengah matang seperti ini hanya akan menciptakan keresahan sosial baru. ASN PPPK bukan relawan, mereka adalah aparatur yang direkrut melalui seleksi resmi negara, dengan tanggung jawab dan pengabdian yang sama seperti ASN PNS.

Jika kontrak tidak diperpanjang hanya karena anggaran, maka pemerintah secara moral telah gagal menjaga keadilan sosial dan kepastian kerja.

Masalah ini mestinya menjadi peringatan serius bagi pemerintah pusat untuk meninjau ulang skema pembiayaan ASN PPPK. Bila tidak ada regulasi yang menjamin keberlanjutan kontrak dan kepastian anggaran, maka perekrutan besar-besaran ASN PPPK beberapa tahun terakhir hanyalah proyek administratif tanpa arah keberlanjutan.

Kesejahteraan dan kepastian hukum ASN PPPK harus menjadi prioritas. Jika tidak, pada akhirnya status “ASN PPPK” hanya menjadi simbol semu dihormati saat dibutuhkan, dan ditinggalkan ketika anggaran menipis.(Zainal)

Pos terkait