Trenggalek, PersatuanBangsa.com
Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang terus terjadi setiap tahun ternyata tidak selalu sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Minggu (18/5/25)
Hal ini disampaikan langsung oleh Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin atau yang akrab disapa Mas Ipin. Menurutnya, saat ini pemerintah daerah lebih memprioritaskan perluasan lapangan kerja ketimbang sekadar mengejar UMK.
Mas Ipin menilai, kenaikan UMK memang penting, tapi tidak bisa menjadi tolok ukur tunggal kesejahteraan pekerja. Bahkan dalam beberapa riset disebutkan, kenaikan UMK justru bisa berdampak negatif jika tidak diiringi dengan pertumbuhan lapangan kerja yang seimbang.
Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang terus terjadi ternyata tidak selalu sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disampaikan langsung oleh Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin alias Mas Ipin. Kini, Pemkab Trenggalek akan lebih memprioritaskan perluasan lapangan kerja dari pada mengejar UMK. Rabu (1/5/2025).
Menurutnya, daripada terjebak pada isu angka UMK, yang lebih penting saat ini adalah memastikan masyarakat memiliki akses terhadap pekerjaan. Mas Ipin mengaku sedang menyusun berbagai strategi untuk membuka lebih banyak peluang kerja di Trenggalek, termasuk memberikan insentif bagi pelaku usaha agar bisa menyerap tenaga kerja lokal.
“Target saya sekarang bukan menaikkan UMK dulu. Yang terpenting adalah bagaimana caranya masyarakat bisa bekerja. Kalau sudah ada pekerjaan, ekosistem ketenagakerjaan akan terbentuk,” tegasnya.
Insentif bagi pengusaha untuk buka lapangan kerja.
BPJS Ketenagakerjaansebagai jaring pengaman.
Pelatihan vokasionalagar pekerja adaptif dengan industri.
Bupati juga menyinggung soal konsep industrial citizenship, yakni hubungan kerja yang sehat antara perusahaan, karyawan, dan pemerintah. Menurutnya, pemerintah daerah sudah berupaya menghadirkan berbagai fasilitas perlindungan pekerja seperti BPJS Ketenagakerjaan dan program kesejahteraan lainnya.
“Kalau perusahaan untung, mereka akan bahagiakan karyawan secara alamiah. Itu lebih sustainable daripada dipaksa bayar UMK tinggi tapi akhirnya PHK,” jelasnya
Sebagai pembanding, Mas Ipin mencontohkan kondisi di Guangzhou, Tiongkok, sekitar 10-15 tahun lalu. Saat itu, UMK di sana sudah mencapai 2.500 Yuan atau sekitar Rp5,6 juta. Namun yang lebih penting dari sekadar nominal upah adalah kecepatan pemerintahnya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan sektor industri.
“Kalau kita bandingkan perkembangan ekonomi di Guangzhou dengan Indonesia saat ini, jaraknya jauh. Karena itu, saya lebih memilih fokus memberi insentif untuk dunia kerja agar membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” ujarnya
Dengan pendekatan ini, Pemkab Trenggalek berharap bisa memutus rantai kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran tanpa harus bergantung sepenuhnya pada kebijakan UMK yang terus naik tiap tahun.
“Yang miskin harus bisa kerja dulu. Nanti kesejahteraan akan mengikuti,” tandasnya
(Ag)