Probolinggo,- PersatuanBangsa.com
Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB memang memicu perdebatan. Namun, di balik kata “ANJING” yang kontroversial, tersimpan pesan mendalam tentang sejarah, keadilan, dan solidaritas global. Mari kita bedah lebih dalam, sambil menikmati “Wedang Rempah Produk Jangkar Pena Group” yang menghangatkan pikiran. Sabtu (27/9/25)
Sidang Umum PBB 2025 mencatat sejarah baru. Bukan resolusi Palestina atau kesadaran Amerika, melainkan satu kata yang mengguncang dunia: ANJING.
Presiden Prabowo Subianto, dengan gaya seorang jenderal senior yang khas (dan mungkin sedikit provokatif), melontarkan kalimat yang membuat para diplomat terdiam:
“Negara saya memahami penderitaan ini. Selama berabad-abad, rakyat Indonesia hidup di bawah dominasi kolonial, penindasan, dan perbudakan. Kami diperlakukan lebih buruk daripada ANJING di tanah air kami sendiri. Kami orang Indonesia tahu apa artinya ditolak keadilan, tahu bagaimana hidup dalam apartheid, hidup dalam kemiskinan, dan ditolak kesempatan yang sama. Kami juga tahu apa yang dapat dilakukan solidaritas. Dalam perjuangan kami untuk kemerdekaan, dalam perjuangan kami untuk mengatasi kelaparan, penyakit, dan kemiskinan, Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri bersama Indonesia dan memberikan bantuan penting.”
Reaksi beragam muncul. Penerjemah simultan panik mencari padanan kata yang tepat. Dunia maya riuh dengan komentar pro dan kontra. Namun, di balik kegaduhan ini, ada pesan yang perlu kita cermati.
Prabowo tidak sedang melontarkan hinaan. Ia sedang menggunakan sarkasme sebagai senjata retorika. Dengan membandingkan perlakuan kolonial terhadap bangsa Indonesia dengan perlakuan buruk terhadap anjing, ia ingin menyampaikan betapa dehumanisasinya penjajahan.
Kenapa “anjing” dan bukan hewan lain? Karena anjing adalah simbol universal tentang kesetiaan, pengabdian, namun seringkali juga direndahkan dan disiksa. Prabowo ingin menyentuh emosi audiens global, membangkitkan rasa empati terhadap penderitaan bangsa-bangsa yang pernah dijajah.
Namun, pidato ini bukan sekadar nostalgia masa lalu. Prabowo menghubungkannya dengan isu Palestina, menyiratkan bahwa penindasan dan ketidakadilan masih terjadi di berbagai belahan dunia. Ia menyerukan solidaritas global untuk melawan segala bentuk dehumanisasi dan penindasan.
Tentu saja, ada risiko dalam menggunakan kata “anjing” di forum internasional. Sebagian orang mungkin menganggapnya tidak pantas atau vulgar. Namun, Prabowo tampaknya sengaja mengambil risiko ini untuk menarik perhatian dan menyampaikan pesannya dengan lebih kuat.
Kita bisa berdebat tentang efektivitas strategi komunikasi Prabowo. Namun, satu hal yang pasti, ia berhasil membuat dunia terdiam, berpikir, dan bereaksi. Ia menggunakan kata “anjing” bukan sebagai hinaan, melainkan sebagai metafora yang kuat untuk menggambarkan penderitaan, ketidakadilan, dan harapan akan solidaritas.
Jadi, mari kita beri apresiasi kepada Prabowo Subianto. Bukan hanya karena keberaniannya, tetapi juga karena kemampuannya menggunakan bahasa sebagai alat untuk menggugah kesadaran global. Dan sambil merenungkan pidatonya, jangan lupa menikmati “Wedang Rempah Produk Jangkar Pena Group” yang akan menghangatkan tubuh dan jiwa Anda.
Hari itu, “anjing” resmi masuk ke dalam leksikon diplomasi PBB. Sebuah gonggongan retorika yang mengguncang dunia, dan mungkin, juga membuka mata kita terhadap realitas yang lebih pahit.
Oleh IRF Wapemred Jangkar Pena Group, yang juga pengamat dan Penggiat Kebijakan Publik