Trenggalek,PersatuanBangsa.com
Awal musim penghujan periode tahun 2022-2023, Kabupaten Trenggalek mendapatkan ujian bertubi-tubi. Tidak hanya banjir, bencana tanah longsor dan tanah gerak terjadi di mana-mana pada bulan awal Bulan Oktober ini. Prihatin akan kondisi tersebut, Kades Sumberbening, Kecamatan Dongko, Suyanto berbagi tips meminimalisir bencana tanah longsor dan tanah gerak di daerah pegunungan. Rabu (26/10/2022)
Pada Bulan Oktober 2022 ini, bencana tanah longsor dan tanah gerak, menyapu 4 rumah di Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan hingga rata dengan tanah. 37 rumah atau 51 KK terancam relokasi, karena lokasi yang mereka tinggali tidak aman lagi untuk pemukiman dalam kurun waktu yang panjang.
Kemudian tanah longsor juga menyapu 1 rumah hingga luluh lantah di Desa Dawuhan Kecamatan Trenggalek. 16 rumah di Desa Pandean, Kecamatan Dongko; 13 KK di Desa Timahan, Kecamatan Kampak, Infrastruktur dan rumah warga di Desa Puru, Kecamatan Suruh, longsor di Desa Prambon, Tugu, Terbis Panggul dan masih banyak yang lainnya.
Suyanto dalam pelatihan restorasi arsip yang digelar di Aula Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga menyampaikan, “ada warisan leluhur “Jolontoro”, yang mungkin sudah dilupakan oleh masyarakat.
Selain tegakan, bila belum ada teras iring, tanah perbukitan yang kemiringannya curam perlu adanya parit atau jalan air yang berfungsi mengelakkan air menuju sungai. Ini ditujukan untuk memecah air saat musim penghujan tiba, dengan begitu air tidak mencari jalannya sendiri masuk kedalam celah retakan tanah sehingga longsor atau tanah gerak bisa diminimalisir.
Parit atau saluran air di atas, perbukitan ini merupakan tradisi yang dinamakan Jolontoro.
Ditempat saya, sambung kepala desa yang getol menjaga kelestarian lingkungan itu, “kami selalu saling mengingatkan bila musim penghujan tiba. Bagaimana keadaan saluran air itu, apakah bisa berfungsi atau tidak. Kami secara bersama-sama saling menjaga. Atas upaya itu kami bersama masyarakat mendapatkan Adipura Desa di tingkat Kabupaten. Di Provinsi kita mendapatkan penghargaan desa berseri, kemudian penghargaan proklim dari pusat” lanjut Kades Sumberbening itu.
Masih menurutnya, disaat musim penghujan atau cuaca ekstrem seperti ini semua harus bersatu, saling mengingatkan satu sama lain. Empati dan kepedulian harus dibangun.
“saya prihatin, di era ini sebagian dari kita acuh akan kondisi sekitar. Buang sampah sembarangan bahkan di sungai, aliran air melintas di jalan, atau genangan air dijalan, semua tutup mata. Kalau tidak bisa membuat saluran mengalihkan air, paling tidak menyampaikan informasi kepada yang berkepentingan,” tutupnya (Ag)