Lembaga Salatin ASYROF AZZAHRO TRAH Kesultanan Nusantara Tidak Setuju Kalau Undang-Undang ITE Tentang Pasal Pencemaran Nama Baik Di Hapus

Kalsel,PersatuanBangsa.com
Mari kita lihat dengan sudut pandang dan Analisa Hukum yang sedikit berbeda! Apakah setiap orang yang terjerat pasal 27 ayat (3) UU ITE tepat disebut sebagai “korban” ataukah justru mereka adalah “pelaku”?

Jika dirunut dalam data, sebagian besar orang yang terjerat pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah “vokal” terhadap pejabat, penguasa atau pemerintah, atau kritikus yang memiliki idealitas untuk menjadi penyeimbang kekuasaan.

Namun menurut hemat kami, tentu tidak semuanya harus disebut sebagai “korban” pasal 27 ayat (3) UU ITE, beberapa diantaranya menurut kami dapat diduga sebagai “pelaku”. Mereka adalah orang-orang yang kerap melontarkan fitnah masif atau mencemarkan nama baik seseorang melalui media sosial dengan niat menjatuhkan integritas dan martabat kehormatan orang yang disebutkan namanya tersebut.

Terlepas dari prespektif Hukum antara siapa yang menjadi “korban” dan siapa yang menjadi “pelaku” yang kerap menjadi perdebatan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika patut diapresiasi dengan bergerak cepat memasukan revisi UU ITE sebagai prioritas prolegnas 2016.

Lebih lanjut Dr. (Cand) Syarif Sayyid Hamdani Annaqsyabandi Alkaf, S.H.,M.H. juga merupakan sebagai Ketua Badan Otonom Hukum dan HAM Salatin Asyrof Azzahro Trah Kesultanan Nusantara memberikan pendapatnya tentang Analisa Hukum pasal tentang pencemaran nama baik dalam UU ITE masih dibutuhkan di negara ini.

Hak berekspresipun harus mengetahui dan mengenal pembatasan dan pengurangan yang diatur dalam UU, Persepsi yang dibangun harus berimbang tentang bagaimana menentukan siapa pelaku dan siapa korban.Jangan pernah lupa pasal 28 J ayat (1) UUD 45 menegaskan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Meskipun demikian, usulan menghapus pasal pencemaran nama baik patut dipikir ulang jika tujuannya hanya untuk membuka luas ruang kebebasan berekspresi.

Jangan pernah lupa, pasal terkait pencemaran nama baik dalam KUHP masih berlaku (pasal 310-321 KUHP). Bahkan dengan tidak adanya pasal 27 ayat (3) UU ITE, delik pencemaran nama baik makna dan tafsir’nya menjadi luas.

Dikatakannya Pencemaran nama baik dalam KUHP tidak hanya penistaan dan fitnah saja (seperti halnya batasan dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE sesuai putusan MK No. 50/PUU-VI/2008), melainkan juga delik lain seperti penghinaan ringan (pasal 315 KUHP), pengaduan palsu (pasal 317 KUHP), perbuatan fitnah (318), dan penghinaan terhadap orang yang sudah mati (pasal 320 dan 321 KUHP).

Pemerintah dan DPR RI dalam hal ini bisa membuka opsi lain untuk ‘memperbaiki’ pasal tersebut dalam pembahasan.Jangan ragu untuk membongkar substansi pasal 27 ayat (3) agar tidak ada kata atau kalimat bersayap. Hitung semua risiko sosialnya, dan temukan keseimbangan pada penerapannya.

Berbicara tentang undangUndang pendapatnya bukan kitab suci yang setiap kata dan frasanya harus tetap orisinal.

Selanjutnya Dr. (Cand) Syarif Sayyid Hamdani Annaqsyabandi Alkaf, S.H.,M.H. yang juga menjabat sebagai koordinator Hukum Himpunan Dzurriyaat Radja Sultan Se-Nusantara dan sebagai President Direktur pada Kantor Advokat & Konsultan Hukum “Pang Daning Aby Law Firm & Partners” yang juga tidak kalah penting tentang filosofi pemidanaan adalah adanya asas hukum “ultimum remedium”, yang berarti bahwa pemidanaan hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

Apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi), dan atau Restorative Justice maka hendaklah jalur tersebut di atas terlebih dahulu digunakan ketimbang melalui proses pemidanaan.

Untuk itu Negara Indonesia adalah negara Hukum dan memiliki kultur budaya melayu sehingga kalau Undang-Undang pencemaran nama baik dihapus ini akan berdampak terjadinya chaos karena dibeberapa daerah masih banyak memegang teguh kultur budayanya, dan apabila Undang-Undang pencemaran nama baik dihapus akan banyak terjadi oknum-oknum yang melakukan akan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik melalui media baik melalui media online, media elektronik, media cetak dan media sosial lainnya,”tutupnya
(Sitinurjanah)

Pos terkait