JL. H. MURTADO Koja Jakut “Jalan Perjuangan Rakyat Betawi”

Jakarta, PersatuanBangsa.com

Sejarah lokal menurut Taufik Abdullah dalam buku Sejarah Lokal di Indonesia merupakan sejarah dari suatu “tempat”, suatu “locality” yang batasannya ditentukan oleh “perjanjian” yang diajukan penulis sejarah (Abdullah, 2010:15).

Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa sejarah lokal merupakan kajian sejarah yang membahas suatu lokalitas tertentu, serta memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sejarah lokal juga dapat digunakan untuk mengangkat daerah yang dikaji. Jl.H.Murtado adalah salah satu nama jalan yang terletak di kecamatan Koja, Jakarta Utara.

Jakarta adalah Ibukota negara Indonesia yang berada di Pulau Jawa. Sejarah mencatat bahwa Kota Jakarta yang dulunya terkenal sebagai Batavia adalah salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara pada abad ke -12 ketika VOC berdagang di Nusantara. Sebelumnya, Jakarta sempat beberapa kali berganti-ganti nama, dan pada tahun 1527 di tetapkan sebagai Ibukota. Provinsi Jakarta adalah Daerah Khsusus Ibukota (DKI) Jakarta yang terbagi menjadi empat wilayah, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Jakarta Utara terdiri dari dari enam kecamtan, kec. Koja, kec Kelapa Gading, kec. Pademangan, kec. Penjaringan, kec. Celincing. Penelitian yang kita lakukan bertempat di kec. Koja kel. Rawa Badak Jl. H.Murtado.

H.Murtado lahir pada 1909 dan meninggal pada 1981, namun terdapat kesalahan penulisan pada batu nisannya yang mencatat bahwa H.Murtado lahir pada tahun 1911. H.Murtado memiliki delapan orang anak dari istrinya yang bernama Hj.Sa’adah yaitu, H.M.Tohir, H.Urfiah, H.Arfah, H.Armani, H.Nurdin, H.M.Ali, H.Masduda, H.Arif. H.Murtado adalah seorang anak dari H.Muhammad yang menjabat sebagai lurah/kepala desa pada zaman penjajahan Belanda. Dikarenakan bapaknya memiliki jabatan pada pemerintahan Belanda, H.Murtado sebagai anaknya memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan, sehingga pada waktu itu beliau memiliki kemampuan membaca dan menulis yang pada waktu itu jarang dimiliki oleh orang-orang pada umumnya.

Sebelum Indonesia merdeka, beliau ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan bergerak di bidang pendidikan. Beliau mendirikan sebuah sarana pendidikan, yang sekarang dijadikan sekolah dasar Unwanus Saadah (UNSA). H.Murtado menginginkan masyarakat pada waktu itu dapat membaca dan menulis. Berkat beliau memanggil guru untuk mengajarkan masyarakatnya, akhirnya masyarakat pun dapat membaca dan menulis. Masyarakat yang belajar pada waktu itu dibebaskan dari biaya pendidikan, sedangkan pembayaran guru ditanggung oleh H.Murtado. Sampai saat ini, yayasan pendidikan dipegang oleh anak-anak H.Murtado.

H.Murtado ikut berjuang pada pasukan laskar Hizbullah untuk melawan Belanda. Beliau memiliki rekan seperjuangan di Hizbullah yaitu KH.Nur’ali yang menjabat sebagai Komandan Batalyon III Hizbullah dan sekarang juga dijadikan nama jalan di Kalimalang, Bekasi. Berbeda dengan KH.Nur’ali yang sudah dijadikan pahlawan oleh pemerintah pada 2006 lalu, H.Murtado justru berwasiat kepada anak-anaknya agar dirinya tidak dijadikan sebagai pahlawan. Namun, meskipun akhirnya tidak dijadikan seorang pahlawan Indonesia, kini H.Murtado dijadikan nama jalan di daerahnya sekarang. Sebelum dijadikan nama sebuah jalan, daerah tersebut adalah tanah milik pribadi H. Murtado dan ketika ingin dibeli oleh orang lain, H.Murtado justru menolaknya dan akhirnya memutuskan untuk mewakafkan tanahnya kepada masyarakat sekitar. Kendaraan yang pada saat itu beroperasi pun sering menyebut-nyebut Murtado sebagai tempat pemberhentian sementara. Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 80-an masyarakatlah yang memberi nama jalan tersebut sebagai jalan H.Murtado meskipun sebenarnya dirinya tidak menginginkannya.

H.Murtado pernah menjabat sebagai camat di Cilincing dan pada tahun 1951 beliau menjabat pada pemerintahan Indonesia, saat itu berlaku konstitusi UUDS Republik Indonesia 1950. Namun, karena orang-orang yang duduk dalam pemerintahan pada saat itu pernah menjadi musuhnya dan beliau tidak sepaham dengan mereka, akhirnya H.Murtado hanya bertahan selama dua tahun. Pada masa mudanya, beliau sering keluar masuk penjara Sukamiskin, Bandung karena di cap sebagai pemberontak dan ingin melawan Belanda. Tempat Presiden Soekarno yang juga pernah dipenjara, dan sekarang terkenal bernama penjara Banceuy.

H.Murtado dikenal sebagai sosok yang kharismatik, berwibawa dan disegani, selain itu beliau dikenal sebagai orang yang toleransi dalam bermasyarakat dengan dibuktikan bahwa beliau berteman baik dengan bermacam etnik salah satunya adalah etnik Tionghoa yang bernama Liu Teng Sun, seorang tuan tanah di Bogor. Terbukti dengan H. M Ali anak keenam dari H. Murtado yang melanjutkan pendidikanya di Bogor dan bertempat tingal di kediaman Lei Teng Sun. Hinga sekarang anak-anak H.Murtado masih berhubungan baik dengan keturunan Liu Teng Sun.

H.Murtado bukanlah seorang jawara seperti kebanyakan oarang-oarang Betawi yang disegani pada zamannya. Tidak jauh dari rumah H.Murtado terdapat gereja tugu orang-orang portugis, ketika ditanya pun oleh orang-orang portugis, H.Murtado bukanlah seorang jawara dan orang yang sakti, tapi beliau memang cukup berpengaruh, disegani dan dermawan di masyarakat sekitar. Beliau juga salah satu pejuang revolusi dari laskar Hizbullah yang bersikeras melawan penjajahan Belanda dan memperjuangan Indonesia merdeka. Sebagai tanda penghormatan atas jasa-jasa beliau, H.Murtado dijadikan nama sebuah jalan di Kecamatan Koja, Jakarta Utara.

Semoga dengan diberikannya nama sebuah jalan, masyarakat Betawi khususnya dapat mengenang kegigihan dan keikhlasan beliau memperjuangan kemerdekaan Indonesia. Semoga generasi saat ini bisa memmetik nilai baik dari sosok H. Murtado.
(Suhaibah Aslamiyah, S.Pd)
(Samsudin)

Pos terkait